Chasing Diamond [16/16]

Chasing Diamond3

| They can’t break you because you are the diamond |

| Continue | D.O. EXO, Suho EXO, Kyuhyun Super Junior, Hyunrae | Life, Mystery, Love |

-=-

Kyungsoo menatap langit malam lewat jendela ruang rawat inapnya. Pria itu menghela napas lelah, menyentuh bagian tubuhnya yang tertutup perban, lalu duduk di atas ranjang. Ia melirik jam dinding yang memperlihatkan waktu tengah malam. Lalu, ia berbaring di kasur dan memejamkan matanya.

“Anda tidak datang sampai hari terakhir saya dirawat,” gumam pria itu sembari membuang napas keras.

Tangannya menyentuh handphone yang tergeletak di samping kasurnya, lalu membuka aplikasi chat di handphone itu. Sebuah pesan masuk dari Suho membuatnya meringis sebentar.

‘Malaikat yang memberi ceramah tadi sore.’

Dan foto Hyunrae di ruang rapat pun muncul di sana, membuat Kyungsoo tersenyum kecil. Hyunrae nampak cantik dengan rambut pendeknya yang baru. Kemeja putihnya memperlihatkan tubuh bagusnya. Tak lupa, rok hitam menghias pinggangnya yang kecil.

‘Kata orang-orang, ini pertama kalinya ia memakai rok.’

Kyungsoo tersenyum lagi membaca tulisan-tulisan Suho itu. Ia menerima satu kiriman foto lagi. Kali ini Hyunrae nampak serius memandang layar proyektor dan memerhatikan salah satu pegawainya yang tengah memberi presentasi.

‘Semua orang menyebut gadis itu sebagai CEO tercantik sepanjang masa. Apa kau setuju?’

Kyungsoo menggigit bibirnya sebentar, lalu membalas.

‘Kau ingin membuatku cemburu? Tak akan berhasil.’

‘Kau sudah cemburu ketika berkata demikian, Kyungsoo.’

Muncul satu foto lagi. Hyunrae sedang berbicara dengan seorang pria eksekutif muda yang datang ke kantor Chasing Diamond tadi siang. Jelas, dari tatapan pria itu, ia tertarik pada Hyunrae. Hal ini membuat alis Kyungsoo bertaut jadi satu dan ia terlonjak dari tidurnya.

“Ah, sakit,” sesalnya sambil memegangi tubuhnya yang masih terluka.

‘Hentikan teror fotomu, Polisi. Tubuhku sakit.’

‘Jangan lupa, kau pulang besok. Ingin kujemput?’

‘Tidak perlu. Aku bisa pulang sendiri. Sudahlah, aku mau tidur.’

Kyungsoo mematikan layar handphone dan tidur.

-=-

Matahari pagi menembus dari balik tirai ruang rawat Kyungsoo. Pria itu mengerjap sejenak sebelum membuka matanya.

“Selamat pagi,” terdengar suara wanita, dan Kyungsoo langsung terlonjak.

Ia berharap Hyunrae ada di sana. Tetapi yang ada hanya seorang perawat di dekatnya. Perawat itu memeriksa kondisi terakhir Kyungsoo dan memastikan pria itu baik-baik saja.

“Saya tidak tahu bahwa Anda punya kekasih yang sangat cantik,” ujar perawat itu sembari melepas infus dari tangan Kyungsoo.

“Kekasih?” ulang Kyungsoo datar.

“Ya, sangat amat cantik. Ia datang tadi malam. Oh, atau lebih tepatnya tadi pagi. Sekitar pukul satu pagi,” dan perawat itu tertawa kecil. “Saya bilang, jam besuk sudah berakhir. Tapi ia memaksa.”

Mata Kyungsoo langsung melebar.

“Siapa gadis itu?”

“Gadis yang sering muncul di televisi. Ia datang, menatap Anda dari luar sejenak, lalu masuk ke ruangan Anda. Ia berbicara sendiri, seolah-olah berbicara pada Anda. Lalu, ia duduk di sofa itu sembari menatap Anda,” ujar perawat itu sambil menunjuk sofa di ruangan Kyungsoo.

“Apa lagi yang ia lakukan?”

“Dia… hanya menatap Anda hingga kira-kira jam lima pagi.”

“Gadis itu tidak tidur?”

“Tidak. Padahal wajahnya sangat lelah. Tubuhnya juga nampak lemah. Tapi mungkin ia terlalu mencintai Anda sampai rela menunggui Anda.”

“Dasar konyol,” dengus Kyungsoo pelan. “Semua orang selalu mengatakan bahwa ia mencintaiku, kecuali dirinya sendiri.”

Tiba-tiba saja, pintu ruang rawatnya terbuka tanpa permisi lebih dulu. Seorang pria dengan pakaian jas rapi dan kacamata hitam membungkuk hormat sebentar dan menatap Kyungsoo.

“Tuan Do Kyungsoo?”

Kyungsoo melepaskan perhatiannya dari perawat di sampingnya dan berdiri.

“Ya?”

Pria berjas itu tak menjawab. Ia malah membuka pintu ruangan lebar-lebar dan muncul pria-pria lain dengan pakaian sama, membawa kardus-kardus coklat. Mereka berlima menaruh kardus-kardus itu di kasur Kyungsoo dan undur diri, kecuali pria yang pertama datang.

“Ini hadiah untuk Anda,” ujarnya sambil menunjuk kardus-kardus itu. “Dan ini,” ia mengeluarkan sebuah amplop putih, “untuk Anda.”

“Siapa yang mengirim ini semua?”

“Nona Cho Hyunrae.”

Dan pria itu undur diri, meninggalkan Kyungsoo bersama perawatnya di ruangan itu. Kyungsoo mengambil salah satu kardus dan melihat isinya. Sebuah kotak kecil ada di dalam sana. Tanpa membuka pun Kyungsoo tahu apa isinya.

“Jam tangan. Lalu… tas mahal, dasi, jas, sepatu, Whoaaa…” perawat itu mengabsen isi kotak-kotak di kasur Kyungsoo sambil tercengang. “Ini luar biasa. Lihat,” ujarnya sambil menunjuk salah satu kotak. “Ini parfum mahal buatan Prancis. Lalu wine Bordeaux, dan… Anda baik-baik saja?”

Kyungsoo melamun, memegang amplop putih di tangannya.

“Tolong tinggalkan saya sendiri.”

Perawat itu mengangguk lalu keluar dari kamar Kyungsoo. Setelah tinggal sendirian, Kyungsoo menyobek pinggir amplop dan mengeluarkan isinya. Selembar surat, sebuah tiket pesawat, beberapa lembar cek, dan kalung yang begitu akrab di mata Kyungsoo. Pria itu menghela napas, lalu membaca surat di tangannya.

Maaf, dan terima kasih.

Kyungsoo mendengus, antara tertawa dan menangis. Ia bisa merasakan tetesan air matanya membasahi surat yang terlalu singkat itu. Pria itu tertawa miris, lalu mengambil kalung di tangannya. Setelah itu, ia menatap tiket pesawat jurusan Venice di tangannya.

“Dasar bodoh,” dengus Kyungsoo sambil tertawa sedih. “Anda mengembalikan kalung dari saya dan tidak datang ke sini dan menjenguk saya. Kenapa Anda tidak bilang kalau Anda mencintai saya? Kenapa Anda malah… mengusir saya?”

Dan pria itu mulai menangis cukup keras untuk pertama kalinya dalam hidup. Ia pikir, ia tak akan pernah menangis karena masalah cinta. Cinta adalah masalah sepele untuknya dulu. Tapi kini tidak lagi.

-=-

Sepuluh tahun berlalu, dan Venice belum tenggelam seperti perkiraan orang-orang. Kyungsoo menatap dermaga utama yang dipenuhi orang-orang dan turis, lalu tersenyum kecil tanpa sadar.

“Kyungsoo!”

Kyungsoo menoleh dan mendapati seorang anak laki-laki berlari mendekatinya.

Ciao,” ujar Kyungsoo menyapa anak itu.

Dove va?” tanya anak itu ceria pada Kyungsoo. “Kau mau pergi?”

Si,” balas Kyungsoo sambil mengangguk.

Si puo accompagnarti? Aku mau ikut. Boleh?”

“Aku hanya ingin membeli topeng untuk festival besok. Maria butuh topeng itu, dan ia tidak sempat membelinya hari ini.”

“Maria?” anak laki-laki itu langsung semangat. “Dia temanku yang paling cantik.”

Si, aku tahu,” Kyungsoo membalas dan mengacak rambut anak itu.

Anak laki-laki itu menampilkan senyum manisnya, lalu menurut ketika Kyungsoo menjulurkan tangannya untuk menggandeng anak itu.

“Kyungsoo, berapa umurmu?”

“Kenapa kau menanyakan umurku, Abramo?”

“Karena… kata orang-orang, kau sudah tua dan harus menikah secepatnya.”

Kyungsoo kali ini tertawa sangat keras sampai beberapa orang di dermaga melihatnya.

“Siapa yang mengatakan itu?” tanya Kyungsoo lagi.

“Mama, Mama Maria… dan teman-teman Mama,” Abramo, anak itu, menjawab jujur.

“Tiga puluh tiga tahun belum termasuk tua, Abramo,” ujar Kyungsoo sambil tersenyum manis, memperlihatkan bibirnya yang berbentuk hati.

Keduanya masuk ke salah satu toko topeng, dan hal pertama yang Kyungsoo lakukan adalah tertegun dalam ingatan. Pria itu menatap interior toko yang ia datangi, lalu membuang napas perlahan. Toko ini pernah ia kunjungi sebelumnya bersama seseorang.

“Kyungsoo, aku mau lihat-lihat di lantai dua,” Abramo menyadarkan Kyungsoo dari ingatannya.

“Hati-hati. Jangan keluar dari toko ini, Abramo.”

“Aku tahu,” Abramo menghilang di balik tangga begitu usai melambai pada Kyungsoo.

Seorang wanita penjaga toko muncul dan menyapa Kyungsoo.

“Lama tak melihatmu, Do Kyungsoo.”

“Aku memang jarang keluar rumah. Hanya saja, Maria memaksaku untuk membeli topengnya. Anak itu sibuk dengan kegiatan belajarnya hingga lupa bahwa besok adalah festival.”

Wanita itu tersenyum mengerti, lalu mengeluarkan sebuah topeng khas anak-anak yang begitu bagus dan indah.

“Ini adalah rekomendasiku. Kau bisa beli ini untuk Maria. Kau tidak ingin membeli topeng juga?”

Kyungsoo ragu-ragu sejenak, lalu menunjuk salah satu topeng secara acak dan membayarnya.

Grazie,” ujar Kyungsoo.

“Do Kyungsoo, apa kau ada waktu Sabtu minggu depan?” tanya wanita itu tiba-tiba. “Aku punya sepupu dari Roma, dan dia belum menikah. Kalau kau mau, aku bisa mengenalkannya-”

“Tidak, tidak perlu. Aku tidak terbiasa dengan kencan buta.”

Wanita itu tertawa kecil, lalu mengangguk mengerti.

“Ya, tak ada wanita yang tahan kencan buta denganmu. Kalian hanya akan saling diam dan sunyi dalam situasi canggung. Iya, kan?”

“Mungkin,” jawab Kyungsoo sambil mengangkat bahu.

“Kau harus cari wanita yang tahan dengan sikapmu itu.”

Sebuah kenangan terlintas di kepala Kyungsoo. Kenangan tentang seorang gadis Mensa yang konon katanya memiliki IQ di atas rata-rata. Gadis kaya itu, cucu dari CEO perusahaan besar Chasing Diamond. Gadis yang menyebalkan, membuat tugas Kyungsoo bertambah banyak karena kepura-puraannya. Gadis yang menyimpan kenangan sebagaimana ia disimpan dalam kenangan Kyungsoo. Gadis yang menyimpan dendam dan ingin membalas dendamnya. Satu-satunya gadis yang tahan dengan sikap dingin Kyungsoo. Gadis itu seperti langit, dan Kyungsoo hanya manusia yang tak bisa menggapainya. Terlalu jauh.

“Hei, kenapa tersenyum?” ujar wanita itu menyadarkan Kyungsoo.

Kyungsoo menggaruk kepala saja, lalu berbalik hendak memanggail Abramo untuk mengajaknya pulang. Tetapi, ia melihat sebuah bayangan melintas di depan kaca jendela toko topeng tersebut. Dan Kyungsoo membeku sejenak.

“Nona…” bisiknya pada dirinya sendiri sebelum berlari membuka pintu toko dan keluar.

Pria itu melihat sekelilingnya, mendapati keramaian dermaga dan bunyi air di sepanjang jalur transportasi Venice.

“Kyungsoo! Kenapa kau tidak memanggilku?” Abramo keluar dari toko dan berlari-lari kecil, mengira Kyungsoo meninggalkannya.

Kyungsoo menoleh ke arah Abramo, lalu menggeleng pelan.

“Maaf, aku tadi… kupikir… ada seseorang… yang kukenal. Tapi sepertinya aku salah lihat.”

Abramo berdecak sekali, lalu merajuk dengan melipat tangannya di dada.

“Kau marah?” Kyungsoo berjongkok agar dirinya sejajar dengan tinggi Abramo.

“Iya, karena kau ingin meninggalkan aku.”

“Aku tidak meninggalkanmu, Abramo. Mi scusi. Maaf, kalau kau mengira aku meninggalkanmu tadi,” bujuk Kyungsoo. “Kau mau es krim?”

Wajah Abramo langsung menjadi ceria kembali. Ia mengangguk pasti dan mengulurkan tangannya pada Kyungsoo. Keduanya pun berjalan bergandengan sambil menuju toko es krim terdekat. Matahari mulai terbenam ketika mereka berjalan pulang, menyisakan antusias dalam diri orang-orang Venice akan acara karnaval besok.

-=-

Venice begitu meriah dengan karnaval tahunannya saat Hyunrae tiba di sana untuk melarikan diri sejenak dari pekerjaannya yang sangat banyak. Semua orang memakai topeng-topeng indah, gaun-gaun kerajaan yang mewah, dan pakaian-pakaian pangeran. Sejenak, Hyunrae pikir ia tersesat di dunia dongeng. Matanya tak luput menatap gondola-gondola di perairan yang tak berhenti bergerak mengantar orang-orang yang ingin melihat malaikat Venice tahun itu.

“Siapa malaikat yang akan turun tahun ini?” tanya seorang gadis –gadis itu memakai topeng kuning muda yang nampak indah, berpadu serasi dengan gaun kuning yang ia gunakan –yang kebetulan naik gondola bersama Hyunrae.

Hyunrae mengangkat bahunya saja.

“Aku tidak tahu,” jawab Hyunrae jujur sambil membenarkan topengnya. “Siapapun dia, dia pasti gadis paling cantik di Venice saat ini.”

Diam sejenak di antara mereka hingga gondola itu berbelok menuju pelabuhan utama yang dipenuhi banyak orang.

“Topeng yang cantik,” puji gadis bergaun kuning itu pada Hyunrae.

“Terima kasih. Kau juga.”

Pengayuh gondola mengatakan bahwa mereka bisa turun. Hyunrae membayar dengan tangan kanannya sembari menyeret gaun birunya dari gondola ke pelabuhan utama. Ia tidak melihat keberadaan gadis bergaun kuning itu lagi. Tetapi, ketika ia hendak pergi dari pelabuhan utama, mata semua orang tertuju pada Hyunrae. Gadis itu bingung, menatap orang-orang dari balik topengnya.

“Cantik sekali…” puji seseorang dalam bahasa Italia. “Topengnya bagaikan berhias diamond.”

Hyunrae tersenyum sinis di balik topengnya. Topengnya memang sungguh-sungguh berhias diamond. Jadi, tak heran kalau keindahannya semakin terpancar.

Tiba-tiba, seperti semut yang mengerubungi gula, semua pria berjejer di sekitar Hyunrae. Satu per satu menawarkan diri untuk menjadi pasangan Hyunrae, yang ujungnya sia-sia karena gadis itu menolak mereka semua. Beberapa pria bahkan meninggalkan pasangan mereka demi menawarkan diri pada Hyunrae. Sementara wanita-wanita lain melihat Hyunrae dengan iri bercampur kagum, diam-diam menatap gaun biru Hyunrae yang sederhana tapi elegan atau berbisik-bisik tentang betapa berkilauannya topeng yang Hyunrae pakai.

Ketika berhasil melewati gerombolan orang-orang yang mengagumi dirinya, Hyunrae akhirnya menyepi di depan sebuah toko yang tutup karena hari itu hari pesta bagi seluruh Venice.

“Nampaknya Anda lebih menarik dari malaikat Venice hari ini,” sebuah suara berkata dari gang kecil di belakang Hyunrae.

Hyunrae tercengang sebentar, tetapi buru-buru menormalkan keadaannya sebelum berbalik dan melihat sumber suara itu. Seorang pria dengan pakaian pangeran berwarna biru tua dan topeng serta topi kerajaan melangkah ke arah Hyunrae.

“Malaikat yang terpilih tiap kali karnaval diselenggarakan adalah wanita tercantik di Venice. Tak akan ada yang bisa mengalahkan dia,” jawab Hyunrae diplomatis.

“Buktinya, Anda mengalahkan dia.”

Dan pria itu berdiri tepat berhadapan dengan Hyunrae, membuat gadis itu bisa menyentuh topeng di wajah pria itu.

“Boleh aku membukanya?” tanya Hyunrae cepat.

“Tidak, karena karnaval ini belum berakhir. Tapi,” pria itu membungkuk sebentar, “saya lihat, Anda tak punya pasangan,” sambungnya sambil mengulurkan tangan.

Hyunrae menyambut uluran tangan itu, membiarkan dirinya digandeng bagaikan putri dongeng. Mereka menyaksikan acara turunnya malaikat dari salah satu puri tua yang dibuat bagaikan istana. Wanita yang menjadi malaikat itu digantung di bagian pinggangnya dengan alat pengaman, lalu diterbangkan di atas orang-orang yang hadir di sana sambil menebarkan bunga-bunga dan confetti. Tangan Hyunrae menadah sedikit, merasakan taburan confetti di telapak tangannya.

“Apa Anda harus segera pergi?” tanya pria itu tiba-tiba pada Hyunrae.

Hyunrae menoleh sebentar dan menatap pria itu.

“Tidak sama sekali.”

“Bagus,” jawab pria itu sembari menggandeng tangan Hyunrae.

“Indah sekali, ya,” Hyunrae terkagum sejenak. “Aku merasa… sangat bahagia.”

“Saya selalu berharap Anda bahagia.”

Ucapan pria itu membuat Hyunrae terdiam dalam waktu cukup panjang.

“Aku… pernah bahagia. Dulu sekali,” bisiknya perlahan. “Tetapi, kebahagiaan itu pergi ketika… dia pergi,” imbuhnya tanpa nada. Gadis itu menatap mata pria itu yang tak tertutup topeng lalu berkata lagi. “Matanya… seperti dirimu. Suaranya juga. Ah, dan tingginya juga. Dia tidak terlalu tinggi.”

“Kenapa dia pergi?”

“Karena… aku menyuruhnya pergi. Aku… mengusirnya.”

Napas pria itu tak beraturan setelah pengakuan Hyunrae. Ia menatap Hyunrae lekat-lekat di balik topengnya.

“Kenapa Anda mengusirnya?” desis pria itu tertahan. “Kenapa… kenapa Anda mengusirnya? Anda tidak tahu bahwa dia sangat… sangat mencintai Anda. Anda tidak tahu bahwa dia menderita-”

“Aku tahu,” potong Hyunrae tenang. “Aku tahu ia mencintaiku. Karena itu aku mengusirnya dari hidupku.”

“Saya… tidak mengerti.”

“Hidupku adalah sebuah kehidupan yang ia tak pernah bisa bayangkan. Hidup dalam rasa tidak aman, ketakutan, ancaman setiap waktu, dan masalah-masalah lainnya. Ia pikir, masalah akan selesai dengan hitungan dan analisa yang tepat. Tapi bagiku, masalah tidak secepat itu selesai. Aku punya banyak musuh yang ingin menyakitiku.”

“Seharusnya Anda membiarkan dia tetap di sisi Anda. Dia akan menjaga Anda, melindungi Anda, mempertahankan Anda!”

“Itu masalahnya!” Hyunrae berseru. “Itu… masalahnya…”

Pria itu tertegun sejenak, lalu menggeleng.

“Saya… masih tidak mengerti.”

“Menyakitiku sangat mudah. Cukup dengan melukai orang yang kucintai, itu sudah menyakitiku. Aku tahu banyak orang mengincarnya untuk dilukai agar aku terluka. Aku tidak mau dia terluka. Karena itu lebih baik bila ia jauh dariku sebelum masalah ini beres.”

“Anda… Apa Anda… pernah mencintainya?”

“Ya, dan masih.”

“Kenapa Anda tidak pernah mengatakannya?” tanya pria itu lemah.

“Karena… karena… karena itu akan membebaninya.”

“Selama ini ia hidup dalam rasa ingin tahu. Ia pikir, cintanya bertepuk sebelah tangan. Ia pikir-”

“Aku mencintaimu. Ti amo,” potong Hyunrae cepat tanpa pikir panjang. “Aku… mencintaimu. Kau puas? Apa rasa ingin tahu itu terjawab?”

Keheningan menyelimuti mereka berdua hingga pria itu maju selangkah, menyentuh topeng Hyunrae dan berkata, “Boleh saya membukanya?”

“Ya,” Hyunrae berkata lirih, dan pria itu menarik topeng dari wajah Hyunrae, memperlihatkan Hyunrae yang tersenyum, tapi matanya berkaca-kaca.

“Dan Anda boleh membuka topeng saya.”

Seperti waktu lama yang dinantikan, Hyunrae melepas topeng kerajaan dari wajah pria itu. Langsung, matanya bertatapan dengan Hyunrae, melepas kerinduan yang lama tak tertahankan.

“Halo, Nona. Come sta?

“Halo, Do Kyungsoo. Molto bene. Mi manchi.”

-=-

Rumah sederhana itu berdiri di samping kanal air Venice, dengan laut sebagai pemandangan utamanya dan gondola-gondola sesekali berjalan melewatinya. Kyungsoo turun dari gondola dan membantu Hyunrae untuk turun, lalu ia menunjuk pintu rumah itu. Sementara matahari sudah mulai terbenam di balik lautan.

“Selamat datang di rumah saya.”

Hyunrae tersenyum, lalu membiarkan dirinya masuk ke rumah tersebut. Pajangan-pajangan foto yang ditempel di dinding langsung menyambut Hyunrae dengan hangat. Gadis itu dapat mencium bau air laut dari dalam rumah, membuatnya nyaman.

“Selama sepuluh tahun ini, apa yang sudah kau kerjakan?”

“Banyak,” jawab Kyungsoo. “Sekarang saya bekerja sebagai guru di sekolah anak-anak Italia.”

“Nampak menyenangkan. Jauh lebih menyenangkan dari hidupku yang membosankan,” balas Hyunrae sambil duduk di salah satu kursi kayu dan membenahi gaunnya. “Aku hanya duduk di kantorku, menghadiri rapat, dan mengumpulkan uang.”

“Terdengar menyenangkan juga. Setidaknya Anda tak perlu menghadapi kesulitan ekonomi.”

Hyunrae mendengus, lalu menunjuk dapur dengan jarinya.

“Ambilkan aku sesuatu untuk diminum. Aku haus.”

“Baik, Nona,” Kyungsoo tersenyum sambil memperagakan gerak hormat dan menghilang di dapur.

Setelah Kyungsoo ke dapur, Hyunrae pun berdiri dan mendekat ke foto-foto yang terpajang di ruangan itu. Gadis itu tersenyum kecil melihat foto Kyungsoo dan ayahnya di sana. Ada juga foto Kyungsoo bersama Suho dan Kyuhyun yang Hyunrae yakini diambil di bandara. Lalu beberapa foto Kyungsoo dengan anak laki-laki dan anak perempuan yang memiliki wajah khas Eropa.

“Nona,” ujar Kyungsoo tiba-tiba membuat Hyunrae menoleh. “Saya buatkan teh untuk Anda.”

Hyunrae tersenyum dan menunjuk salah satu foto.

“Kau punya anak?” tanya gadis itu membuat Kyungsoo tertawa kecil.

“Itu Abramo dan Maria. Mereka murid-murid saya yang paling dekat dengan saya. Kadang Abramo tinggal di sini bersama saya.”

“Usia mereka?”

“Tujuh tahun. Abramo lebih tua sekitar… empat bulan dari Maria.”

“Mereka seperti anakmu.”

Kyungsoo tersenyum saja ketika Hyunrae menunjuk salah satu foto. Di foto itu, nampak Kyungsoo tersenyum cerah sambil merangkul dua anak yang terduduk di tepian dermaga. Kanal dan gondola menjadi latar belakangnya.

“Ya, kadang mereka menganggap saya seperti orangtua mereka,” jawab Kyungsoo jujur. “Orangtua mereka sangat sibuk. Ayah mereka mengayuh gondola setiap waktu dan ibu mereka bekerja sebagai buruh pembuat topeng. Mereka kesepian dan akhirnya mencari saya,” cerita Kyungsoo sambil menghela napas.

Hyunrae tak bisa menyembunyikan lengkungan kecil di bibirnya ketika mendengar cerita Kyungsoo.

“Seharusnya aku ikut denganmu ke sini,” sesal Hyunrae tiba-tiba. “Kelihatannya, hidup di sini bersamamu lebih menyenangkan.”

“Tidak,” Kyungsoo berkata sambil melambaikan tangan. “Saya pikir, berada di Chasing Diamond bersama Anda jauh lebih menyenangkan.”

“Sama sekali tidak. Chasing Diamond seperti sebuah tanah perang yang tak ada habisnya. Aku bisa gila kalau begini terus caranya.”

“Anda adalah CEO paling kuat di Chasing Diamond. Saya tahu itu. Selain itu, Anda memiliki kecerdasan di atas rata-rata. Tak ada yang bisa mengalahkan Anda.”

“Bicara soal itu, aku baru saja diwawancarai sebuah majalah bisnis ternama. Mereka menyebutku sebagai ratu berlian. Aku mau tertawa mendengarnya.”

Kyungsoo tertawa cukup panjang karena Hyunrae bergaya angkuh sampai melipat tangannya di dada dan tersenyum miring.

“Ya, Anda memang ratu berlian. Tak akan ada yang bisa mengalahkan Anda,” jawab Kyungsoo sambil menatap gaun Hyunrae yang begitu indah. “Dan Anda sepertinya CEO paling cantik di dunia ini, Nona Hyunrae.”

“Aku ingin berhenti dari jabatanku sebagai CEO,” ujar Hyunrae tiba-tiba membuat Kyungsoo kaget.

“Kenapa?”

“Aku… aku… ingin ikut… denganmu.”

“Maksud Anda, Anda ingin tinggal bersama saya di sini?”

Hyunrae mengangguk tipis dan matanya menerawang jauh menembus jendela, menatap langit yang benar-benar gelap.

“Kau mungkin tidak tahu. Tetapi, setelah kau tak ada, hidupku tidak pernah bahagia. Aku bahagia ketika bersamamu. Ketika kau memberikanku es krim, atau ketika kita bermain di kolam renang rumahku. Itu adalah momen-momen paling menyenangkan dalam hidupku.”

Kyungsoo menghela napas berat.

“Tapi saya… bukan laki-laki yang setara dengan Anda. Saya hanya punya diri saya, tanpa jaminan apapun untuk masa depan Anda. Saya hanya guru sekolah di Venice, dan semua aset milik saya dulu adalah milik Chasing Diamond. Apa Anda bisa menggantungkan hidup Anda pada saya? Rasanya tidak.”

“Aku punya banyak aset. Tidak masalah, kan?”

“Saya takut Anda akan menyesal memilih saya.”

“Kupikir, tak akan ada penyesalan ketika kita memilih orang yang kita cinta dan juga mencintai kita. Bukankah begitu, Do Kyungsoo? Aku mencintaimu. Kau juga mencintaiku, kan?”

“Anda begitu hebat, begitu luar biasa. Anda… sebuah bintang yang sangat bersinar dan menyilaukan, membutakan saya yang hanya mampu menatap Anda. Semua orang di Venice terkagum-kagum pada Anda, memuji Anda. Sementara saya… hanya-”

“Kita bisa mulai dari awal lagi di sini,” potong Hyunrae sambil tersenyum kecil. “Kau… guru sekolah bagi anak-anak, dan aku bisa membuka toko kecil atau tempat makan di sini. Kita bersama, mengumpulkan uang dan memperbarui rumah ini. Lalu kadang-kadang, kita berlibur ke Paris atau Praha dengan sisa-sisa uang bulanan kita. Kita bisa mempunyai anak-anak yang lucu, dan membesarkan mereka sepenuh hati. Tak akan ada yang melukai kita atau menyakiti kita di sini.”

Kyungsoo bisa melihat mata Hyunrae nampak kosong ketika mengatakan impiannya, seolah-olah di depan matanya ada kilasan-kilasan masa depan yang bahagia. Gadis itu bahkan berkaca-kaca sedikit, menunggu pikiran Kyungsoo sama dengannya.

“Anda ingin berhenti dari jabatan Anda demi… saya?”

Hyunrae tersenyum manis, lalu mengangguk pasti.

“Aku memang wanita yang konyol. Aku rela menyerahkan semua yang kumiliki demi pria yang hanya asistenku,” nada angkuh Hyunrae kembali dan alis gadis itu naik beberapa kali.

“Kenapa Anda melakukan itu?”

“Karena cinta membuat otakku jadi rusak. Oh, ayolah. Aku ini anak Mensa. Tak seharusnya aku sebodoh itu kan?”

“Kenapa Anda… baru melakukannya sekarang? Jika Anda sudah melepaskan dendam Anda sejak dulu, Anda dan saya tak perlu berpisah sepuluh tahun seperti ini. Semuanya akan baik-baik saja.”

“Karena, apa yang terjadi di akhir, selalu sebuah penyesalan.”

“Anda ingin hidup dengan saya meski Anda tahu saya tidak punya apa-apa?”

“Iya. Dan apa kau ingin hidup denganku meski kau tahu aku punya segalanya?”

Kyungsoo tak bisa menahan wajah seriusnya lagi lebih lama. Ia tertawa kecil, lalu menarik Hyunrae agar berdiri menatapnya.

“Anda tahu, saya mencintai diri Anda sepenuhnya. Anda yang konyol, yang hanya tahu bermain-main dan makan es krim. Anda yang senang bermain musik dan selalu ceria menyapa semua pegawai Chasing Diamond.”

Hyunrae berjinjit, mencium bibir Kyungsoo kilat seperti waktu dulu mereka di Pantheon.

“Terima kasih, Kyungsoo.”

“Saya tidak akan membiarkan Anda mencium saya singkat lalu meninggalkan saya dan pura-pura tak ingat seperti dulu.”

Dan Kyungsoo membungkuk kecil, lalu mencium Hyunrae dalam-dalam seperti melepas kerinduan yang sekian lama tersimpan dalam hatinya.

-=-

Epilog

“Kau belum tidur?” tanya Hyunrae pada Kyungsoo yang duduk di balkon rumah mereka.

Kyungsoo menoleh mendapati Hyunrae dengan piyamanya mendekat ke arah Kyungsoo.

“Tidak bisa tidur,” jawab Kyungsoo sambil menatap langit.

Bunyi air kanal yang sedikit berombak karena angin membuat malam itu tambah menyenangkan. Satu atau dua gondola lewat sesekali meski malam sudah larut.

“Aku juga,” balas Hyunrae sambil duduk di samping Kyungsoo dan menatap kanal yang dihias lampu-lampu. “Aku memikirkan waktu-waktu dulu. Tak terasa, segalanya berlalu dengan cepat.”

Kepala Hyunrae bersandar pada Kyungsoo dan Kyungsoo merangkulnya hangat.

“Apa Anda tidak merindukan Chasing Diamond? Anda sudah tak kembali selama lima tahun.”

“Kyuhyun dan Suho mengurus semuanya dengan baik. Aku percaya mereka.”

“Saya pikir, kita harus pulang tahun ini. Kyuhyun akan menikah.”

“Ya, aku tahu. Si Tua itu akhirnya menikah juga. Kupikir, sampai Venice tenggelam pun, ia tak akan menikah.”

Kyungsoo terkekeh pelan akibat kata-kata Hyunrae. Ia mengusap rambut Hyunrae hati-hati, lalu menepuk punggung gadis itu lembut.

“Kapan giliranku menikah?” tanya Hyunrae tiba-tiba membuat tangan Kyungsoo berhenti. “Aku sudah hidup bersama seorang pria selama lima tahun di sini, tetapi pria itu tak melamarku. Padahal aku sudah mulai tua.”

“Sebetulnya saya ingin melamar Anda dengan cincin keluaran Chasing Diamond. Tapi tokonya terlalu jauh,” canda Kyungsoo membuat Hyunrae ganti tertawa.

“Ah, sudahlah. Kau dan aku memang tak cocok untuk saling lamar satu dengan lain.”

“Saya tidak perlu melamar Anda karena saya sudah tahu jawaban Anda. Anda tidak bisa menolak saya, kan?” Kyungsoo bertindak cepat dan mencium Hyunrae.

“Ya, ya, ya. Terserah.”

Lalu satu ciuman lagi sebelum Hyunrae menghindar.

“Saya terlalu cinta pada Anda. Tapi Anda lebih cinta lagi pada saya.”

Dan satu ciuman lagi di kening Hyunrae, membuat keduanya tersenyum kecil. Kyungsoo memainkan pipi Hyunrae dengan tangannya, lalu mencium hidung Hyunrae tanpa aba-aba.

“Mama!”

Hyunrae mendorong Kyungsoo buru-buru, lalu menatap ke arah pintu kamar. Seorang anak laki-laki berdiri dengan wajah merajuk di sana.

“Giovanni, kenapa belum tidur?” Hyunrae berlari buru-buru mendekati anak itu.

“Kenapa Mama meninggalkan aku sendirian? Aku tidak bisa tidur kalau Mama tak ada.”

“Mama sedang membicarakan acara liburan tahun ini dengan Papa, Giovanni,” jawab Kyungsoo sambil ikut mendekati anak itu. “Kita akan ke Seoul tahun ini.”

“Seoul?” Giovanni tiba-tiba melonjak. “Bertemu Suho dan Kyuhyun?”

“Iya, benar. Giovanni setuju, kan?” Hyunrae bertanya.

“Sangat, Mama!”

“Bagus,” Kyungsoo tersenyum. “Kita juga bisa merayakan ulang tahun Giovanni yang ke lima di sana.”

Anak itu melompat senang berkali-kali, lalu menurut ketika Kyungsoo menyuruhnya masuk kamar dan tidur. Tinggal Kyungsoo dan Hyunrae di sana, saling menatap satu sama lain dalam senyum.

“Saya dan Anda bisa menikah di Seoul nanti. Anda mau, kan?”

Hyunrae terdiam sejenak, nampak tak percaya.

“Serius?”

“Apa saya pernah bercanda? Anda sendiri tahu bahwa saya pria paling serius di dunia ini. Semoga Anda tidak bosan hidup dengan saya.”

Mulut Hyunrae langsung membentuk tawa lebar dan ia memeluk Kyungsoo erat-erat.

“Terima kasih, Do Kyungsoo!”

“Nona Hyunrae…”

Panggilan itu terasa aneh, seolah-olah mengguncang Hyunrae perlahan-lahan.

“Do Kyungsoo,” balas Hyunrae bingung.

“Anda melamun sejak tadi,” suara Kyungsoo membongkar semua serpihan-serpihan harapan Hyunrae yang tersusun rapi bak skenario film di kepalanya. “Apa yang Anda pikirkan?”

Hyunrae mengerjap beberapa kali, mendapati dirinya dalam balutan piyama Kyungsoo dan duduk bersama Kyungsoo di balkon rumah pria itu. Oh ya, apa yang dia pikirkan? Bagaimana bisa ia menjawab bahwa ia memikirkan hidup di masa depannya bersama Kyungsoo dan anak mereka?

“Berapa lama aku melamun?”

“Lumayan lama. Sekitar lima menit.”

“Lima menit, ya?” gumam Hyunrae. “Rasanya seperti lima tahun.”

“Lima tahun?” ulang Kyungsoo. “Apa maksud Anda?”

Hyunrae buru-buru menggeleng agak kecewa, mencoba tetap berada dalam dunia nyata walau ada rasa tak enak dalam dirinya.

“Aku memikirkan masa depan kita,” jawab Hyunrae jujur akhirnya. “Memikirkan kalau nanti kita menikah, punya anak dan berkeluarga. Aku sangat senang memikirkan hal itu.”

“Anak laki-laki atau perempuan?”

“Bebas. Yang penting aku dan kau sayang padanya seperti ia sayang pada kita.”

“Siapa namanya?”

“Akan kukatakan nanti, kalau dia sudah lahir,” balas Hyunrae sambil berdiri dan menepuk celananya beberapa kali.

Kyungsoo ikut berdiri, lalu membantu Hyunrae membersihkan celana gadis itu. Hyunrae tersenyum tipis dan mencium pipi Kyungsoo sekali.

“Terima kasih,” ujar Hyunrae cepat.

“Untuk?”

“Untuk… bersamaku.”

“Tidak, Nona. Saya yang harus berterima kasih pada Anda.”

“Kenapa?”

“Terima kasih karena sudah menjadi diamond yang kuat dan tak terpatahkan.”

Kyungsoo menjulurkan tangannya, memperlihatkan sebuah kalung diamond yang dulu Hyunrae kembalikan padanya. Pria itu maju selangkah dan memakaikan kalung itu pada Hyunrae sebelum memeluknya erat-erat seperti dulu.

Bedanya, kali ini ia tak akan melepaskan Hyunrae lagi. Diamond terbaiknya.

-End-

6 thoughts on “Chasing Diamond [16/16]”

  1. OMG endingnya oke sekali ! Definitely one of the best endings youve ever wrote hahahaha
    Keep on writing some good stuff,and i cant wait for the next beautiful story 😃😃😃

    1. hai hai halooo terima kasih karena kamu udh baca sampe ending yaaaa… aku senang kalau kamu puas dengan akhir cerita ini.. seperti biasa, kalau aku udh tamat satu cerita yg lumayan panjang, aku bakal susah move on dan kangen terus sm karakter2 itu. satu2nya cara utk move on adalah bikin cerita lain. jadi tunggu ya cerita lainnya..

  2. Hola sisss! Yaahh sedih deh akhirnya udah ending… Endingnya romantis nihh , bikin baper.. Ahahaha
    ✨✨✨

  3. Beautiful ending. Saya suka sekali dialog mereka di bagian terakhir ini. Drama Korea banget memang, tapi itu bikin saya jerit2 ga jelas dan jatuh cinta abis sama mereka.
    Saya cinta banget sama Hyunrae karena menurut saya dia wanita yang keren.

    1. Halo.. thank u ya sudah baca sampai kelar.. memang Hyunrae sendiri adalah sosok yang tegar dan kuat meski kadang keras kepala jatuhnya hahahha… semoga terhibur selalu ya dengan cerita2ku…

Leave a reply to Domeetsme Cancel reply